0853 2417 3770

Wisata Medis Sebagai Trobosan Pariwisata Indonesia

Dewasa ini, pariwisata sudah berkembang pesat. Pariwisata tidak lagi hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai pemikat. Banyak wisata yang berkembang berasal dari sintetis seperti buatan manusia. Wisata mengambil andil besar dalam pendapatan daerah dan negara. Tidak hanya wisatawan mancanegara, wisatawan lokal memberi pendapatan yang tidak sedikit. Wisata tidak lagi berorientasi pada kunjungan untuk berlibur dan menikmati pemandangan. Kini, wisatawan dapat menikmati pariwisata di sektor kesehatan, yakni wisata medis. Pariwisata medis adalah fenomena yang berkembang dengan implikasi kebijakan untuk sistem kesehatan, terutama negara tujuan. Implikasi kebijakan memiliki relevansi khusus bagi pembuat kebijakan dan praktisi industri kesehatan di mana pemerintah telah menyatakan minatnya dalam memfasilitasi pertumbuhan industri wisata medis. Kemajuannya terletak dalam pertumbuhan pesat perdagangan layanan kesehatan, didorong oleh peningkatan mobilitas internasional penyedia layanan dan pasien, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dan sektor kesehatan swasta yang berkembang. Artinya, ada banyak sektor dan pemangku kebijakan yang terlibat dalam wisata medis. Data menunjukkan bahwa Wisata medis muncul sebagai akibat dari konsumen yang dihadapkan pada pilihan layanan medis yang lebih luas dan pertumbuhan eksponensial di pasar perawatan kesehatan global. Kombinasi istilah "medis" dan "pariwisata", target utamanya adalah pasien yang berkunjung ke daerah atau negara lain untuk berobat. Oleh karena itu, industri pariwisata medis diarahkan pada upaya yang signifikan untuk memenuhi keinginan masyarakat akan kesehatan yang lebih baik dengan perawatan medis yang berkualitas. Menurut Riset Pasar Sekutu, kekayaan bersih pasar pariwisata medis di seluruh dunia diperkirakan mencapai $61,172 miliar pada tahun 2016 dan diperkirakan akan meningkat menjadi $165,3 miliar pada tahun 2023. Masyarakat Indonesia turut berpartisipasi dalam memberikan pendapatan negara dalam hal wisata medis. Namun sayangnya, pendapatan itu dirasakan negara-negara tetangga seperti Malaysia. Data menunjukkan bahwa tahun 2017, sebanyak 661.512 orang berobat ke RS Mahkota, Malaka, Malaysia. Hal ini meningkat 7,3 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 616.622 orang. Dari angka tersebut, tercatat sebanyak 108.179 orang berobat sambil berwisata. Jumlah ini naik 5,4 persen dibanding tahun 2016. Umumnya pasien melancong ke Malaka melalui Riau dan Kepulauan Riau yang berada dekat dengan Malaysia. Pemerintah Indonesia sudah bersiap untuk membendung hal tersebut dan menarik minat wisatawan medis lokal agar menikmati wisata medis di Indonesia saja. Salah satu batu loncatan dalam pengembangan industri wisata medis nasional adalah dengan dibentuknya Indonesia Health Tourism Board yang menjadi pokok bahasan dalam Rapat Koordinasi Pembentukan Indonesia Health Tourism Board yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan secara virtual seperti dikutip dari Siaran Pers Kemenko Marves. Setelah adanya wisata medis, hal yang harus ditingkatkan adalah pelayanan publik (kesehatan). Pembangunan pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan pelayanan publik. Rumah sakit merupakan wujud nyata dari pelayanan publik sehingga wajib memberikan pelayanan tanpa membedakan status sosial dan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam Pembukaan UUD 1945 yakni, mencapai kesejahteraan umum bagi seluruh Rakyat Indonesia dan diuraikan lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 4 Tentang Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum, kesamaan hak, dan persamaan perlakuan/tidak diskriminatif. dr. Benny Chairuddin, Sp.An.M.Kes, MARS Mahasiswa Program Doktoral Administrasi Publik Universitas Riau

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form yang bertanda * wajib diisi.